Widget HTML #1

Suku Aceh Adalah Suku Bangsa Pertama di Indonesia yang Memeluk Agama Islam

Suku Aceh Adalah Suku Bangsa Pertama di Indonesia yang Memeluk Agama Islam. Suku Aceh adalah suku bangsa yang bertempat di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, suatu provinsi berada paling ujung sebelah barat Indonesia serta paling ujung utara pulau Sumatera. Bahasa sehari-hari yang digunakan untuk suku Aceh ialah bahasa Aceh. 

Suku Aceh Adalah Suku Bangsa Pertama di Indonesia yang Memeluk Agama Islam

Bahasa Aceh masih bersaudara dekat dengan bahasa Mon Khmer (Champa) adalah bangsa yang berada di kawasan Indochina.

Nenek moyang suku Aceh diperkirakan berasal dari berbagai macam keturunan suku-bangsa, yaitu Cham, Arab, Melayu dari Semenanjung Malaysia, serta India. Dulu kala sebelum suku Aceh memeluk agama Islam, budaya Hindu menjadi kehidupan penduduk Aceh, terbukti ada tradisi budaya Aceh mengandung unsur Hindu serta India. Disamping itu banyak kosakata yang terdapat dalam bahasa Aceh masih menggunakan bahasa dasar India dan Sanskerta. Adat istiadat asli suku Aceh pun terdapat perubahan sejak masyarakatnya memeluk agama Islam serta disesuaikan dalam budaya agama Islam.

Suku Aceh merupakan suku pertama di Indonesia yang memeluk dan beragama Islam. Masyarakatnya mendirikan sebuah Kerajaan Islam pertama di Indonesia. Di waktu itu tanah Aceh banyak disinggahi oleh suku-bangsa asing. Pedagang India yang berasal dari Gujarat serta Tamil datang melakukan hubungan bilateral perdagangan, Seterusnya banyak yang menetap serta melakukan kawin-campur dengan penduduk asli Aceh, ini terbukti dengan orang Aceh yang berpenampilan wajah seperti orang India serta Tamil, berkulit gelap serta rambut keriting. 

Dan jenis makanan (kari) itu merupakan warisan kebudayaan India-Hindu (nama desa yang berasal dari bahasa Hindi, cmisal: Indra Puri). Selanjutnya pedagang dari negeri Yaman yang berasal dari provinsi Hadramaut banyak juga melakukan hubungan dagang dengan wilayah Aceh, masyarakatnya kebanyakan menetap dan melakukan kawin-campur dengan masyarakat asli Aceh. Terlihat  dari keturunan-keturunan orang Yaman dengan marga al-Aydrus, al-Habsyi, al-Attas, al-Kathiri, Badjubier, Sungkar, Bawazier dan lain lain.

Keturunan India tersebar di seluruh wilayah Aceh. Dengan letak geografisnya yang berdekatan berseberangan dari wilayah India, sehingga keturunan India mendomonasi di wilayah Aceh. 

Pedagang Tiongkok juga pernah mempunyai hubungan sangat erat dengan bangsa Aceh, dibuktikan dengan kedatangan Laksamana Cheng Ho, yang pernah singgah serta menghadiahi masyarakat Aceh dengan sebuah lonceng besar, dan sekarang dikenal dengan sebutan Lonceng Cakra Donya, yang tersimpan di Banda Aceh.

Ada juga pendatang dari Persia (Iran/Afghan) serta Turki, dan pernah datang atas undangan Kerajaan Aceh untuk dijadikan ulama, pedagang senjata, pelatih prajurit serta serdadu perang kerajaan Aceh, sekarang ini keturunan keturunan mereka kebanyakan tersebar di seluruh wilayah Aceh Besar. 

Hingga saat ini bangsa Aceh sangat menyenangi nama-nama warisan Persia serta Turki. Bahkan sampai ada sebutan Banda, di dalam nama kota Banda Aceh pun merupakan warisan bangsa Persia (Bandar arti: pelabuhan).

Selain itu juga ada pula keturunan bangsa Portugis, di wilayah Kuala Daya, Lam No (pesisir barat Aceh). Mereka merupakan keturunan dari pelaut-pelaut Portugis yang di pimpinan oleh nakhoda Kapten Pinto, yang akan berlayar menuju Malaka (Malaysia), serta sempat singgah dan berdagang di wilayah Lam No, juga sebagian besar mereka tetap tinggal serta menetap di Lam No sekitar tahun 1492-1511. Sekarang ini terlihat dari keturunan mereka yang masih mempunyai profil wajah Eropa yang kental.

Dan sebab itu banyak penduduk Aceh yang mengartikan ACEH merupakan singkatan dari kata A=arab, C=china, E=eropa, dan H=hindustan

Di Aceh terdapat banyak seni budaya, misalnya tari-tarian, antara lain: Tari Rabbani Wahed, Tari Ranup Lampuan, Tari Seudati, Tari Rateb Meuseukat, dan Tari Likok Pulo

Penduduk Aceh mayoritas bekerja di pertanian pada tanaman padi, jagung, ubi serta tanaman keras yaitu kelapa, kopi serta cengkeh. Di beberapa wilayah terpencil, ditemukan juga tanaman ganja, yang menurut cerita, sesungguhnya tanaman ini tumbuh subur secara liar di daerah pegunungan serta kaki gunung. 

Tanaman ini ditanam secara sembunyi-sembunyi, sebab tanaman dilarang oleh pemerintah. Di samping itu masyarakat suku Aceh, juga banyak yang menjadi nelayan, untuk yang tinggal di daerah pesisir pantai, serta yang lain menjadi pedagang, dan berbagai bidang profesi lainnya.