Apakah Menggunakan Behel Gigi Termasuk Mengubah Ciptaan Allah? Bagaimana Hukumnya Dalam Islam
Hukum memakai behel. Bagi sebagian orang, memasang behel atau kawat gigi bukan lagi sebagai tindakan pengobatan, melainkan untuk estetika. Tak sedikit wanita ataupun pria yang kemudian tampak lebih menarik setelah memiliki gigi yang rapi dan rata. Jika demikian kondisinya, apakah behel gigi termasuk mengubah ciptaan Allah? Ketahui hukum memakai behel gigi di dalam Islam berikut ini.
1.Hukum Asal
Hukum asalnya, mengubah ciptaan Allah adalah sebuah larangan keras di dalam agama. Allah telah menciptakan manusia dalam keadaan sempurna. Rabb Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. At Tin: 4).
Menjelaskan ayat tersebut, Imam Al Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan bahwasanya makna “bentuk yang sebaik-baiknya” adalah kesempurnaan dan keseimbangan fisik manusia ketika usia muda. Demikian keterangan umum ahli tafsir.
Karena itulah mengubah ciptaan Allah merupakan keharaman dan penolakan akan takdir-Nya. Bahkan setan berlomba-lomba untuk menggoda manusia agar mengubah apa yang Allah ciptakan untuk mereka. Telah diperingatkan tentangnya di dalam Al Qur’an,
“Dan akan aku (setan) menyuruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya.” (QS. An Nisa: 119).
Rasulullah pun telah memperingatkan umatnya akan keharaman mengubah ciptaan Allah. Dari ibn Mas’ud, Rasulullah bersabda, “Semoga Allah melaknat orang yang menato, yang minta ditato, yang mencabut alis, yang minta dikerok alis, yang merenggangkan gigi, untuk memperindah penampilan, yang mengubah ciptaan Allah. (HR. Al Bukhari).
2.Pengecualian
Terdapat pengecualian tentang keharaman mengubah ciptaan Allah. Seseorang tidak dikatakan mengubah ciptaan Allah jika ia sekedar mengembalikan sesuatu karena cacat, penyakit, ataupun musibah yang lain. Dengan kata lain, yang dilakukannya bukanlah “mengubah ciptaan Allah” melainkan “mengembalikan ke bentuk yang sempurna”.
Hukum yang dirumuskan ulama yakni tidak termasuk mengubah ciptaan Allah: Mengembalikan bentuk anggota badan yang tidak sempurna (baca: cacat) pada keadaan yang sesuai dengan yang Allah ciptakan.
Dalil tentang pengecualian ini cukup banyak dari hadits nabi. Salah satu yang terkenal yakni hadits Urfujah bin As’ad, seorang shahabat yang disarankan nabi untuk menambal hidungnya dengan emas.
“Hidung beliau (Urfujah) terkena senjata pada peristiwa perang Al Kulab di zaman jahiliyah. Kemudian ia tambal dengan perak, namun hidungnya malah membusuk. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk menggunakan tambal hidung dari emas.” (HR. An Nasai dan Abu Daud).
Hadits lain datang dari Ibnu Mas’ud. Beliau radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah melarang orang mencukur alis, mengikir gigi, menyambung rambut, dan menato, kecuali karena penyakit.” (HR. Ahmad).
Imam Asy Syaukani dalam Nailul Authar menjelaskan, penyebutan nabi “kecuali karena penyakit” mengisyaratkan bahwa jika tindakan yang dilakukan bukan dengan tujuan memperindah penampilan, melainkan untuk menghilangkan penyakit atau kecacatan, maka tidak diharamkan.
3.Jika untuk Estetika
Pengecualian mengubah ciptaan Allah hanya berlaku untuk kondisi penyakit dan cacat. Adapun jika tujuan memasang behel gigi untuk memperbaiki penampilan ataupun untuk kecantikan, maka kembali ke hukum asal yakni diharamkannya mengubah ciptaan Allah.
Maka dapat disimpulkan, terdapat dua kondisi tentang hukum behel gigi. Pertama, jika dilakukan untuk pengobatan, memperbaiki yang cacat, terdapat kelainan gigi, dan penyakit lainnya, maka behel gigi tidaklah termasuk mengubah ciptaan Allah. Dalam kasus ini, behel gigi merupakan upaya mengembalikan ke bentuk yang sempurna.
Adapun kondisi kedua jika behel gigi dilakukan tanpa keluhan penyakit atau cacat, melainkan untuk memperindah penampilan, maka dihukumi mengubah ciptaan Allah yang diharamkan.
Sumber: Fatawa Al Mar’ah Al Muslimah, Majalah As Sunnah, OnIslam, konsultasisyariah.com
1.Hukum Asal
Hukum asalnya, mengubah ciptaan Allah adalah sebuah larangan keras di dalam agama. Allah telah menciptakan manusia dalam keadaan sempurna. Rabb Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. At Tin: 4).
Menjelaskan ayat tersebut, Imam Al Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan bahwasanya makna “bentuk yang sebaik-baiknya” adalah kesempurnaan dan keseimbangan fisik manusia ketika usia muda. Demikian keterangan umum ahli tafsir.
Karena itulah mengubah ciptaan Allah merupakan keharaman dan penolakan akan takdir-Nya. Bahkan setan berlomba-lomba untuk menggoda manusia agar mengubah apa yang Allah ciptakan untuk mereka. Telah diperingatkan tentangnya di dalam Al Qur’an,
“Dan akan aku (setan) menyuruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya.” (QS. An Nisa: 119).
Rasulullah pun telah memperingatkan umatnya akan keharaman mengubah ciptaan Allah. Dari ibn Mas’ud, Rasulullah bersabda, “Semoga Allah melaknat orang yang menato, yang minta ditato, yang mencabut alis, yang minta dikerok alis, yang merenggangkan gigi, untuk memperindah penampilan, yang mengubah ciptaan Allah. (HR. Al Bukhari).
2.Pengecualian
Terdapat pengecualian tentang keharaman mengubah ciptaan Allah. Seseorang tidak dikatakan mengubah ciptaan Allah jika ia sekedar mengembalikan sesuatu karena cacat, penyakit, ataupun musibah yang lain. Dengan kata lain, yang dilakukannya bukanlah “mengubah ciptaan Allah” melainkan “mengembalikan ke bentuk yang sempurna”.
Hukum yang dirumuskan ulama yakni tidak termasuk mengubah ciptaan Allah: Mengembalikan bentuk anggota badan yang tidak sempurna (baca: cacat) pada keadaan yang sesuai dengan yang Allah ciptakan.
Dalil tentang pengecualian ini cukup banyak dari hadits nabi. Salah satu yang terkenal yakni hadits Urfujah bin As’ad, seorang shahabat yang disarankan nabi untuk menambal hidungnya dengan emas.
“Hidung beliau (Urfujah) terkena senjata pada peristiwa perang Al Kulab di zaman jahiliyah. Kemudian ia tambal dengan perak, namun hidungnya malah membusuk. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk menggunakan tambal hidung dari emas.” (HR. An Nasai dan Abu Daud).
Hadits lain datang dari Ibnu Mas’ud. Beliau radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah melarang orang mencukur alis, mengikir gigi, menyambung rambut, dan menato, kecuali karena penyakit.” (HR. Ahmad).
Imam Asy Syaukani dalam Nailul Authar menjelaskan, penyebutan nabi “kecuali karena penyakit” mengisyaratkan bahwa jika tindakan yang dilakukan bukan dengan tujuan memperindah penampilan, melainkan untuk menghilangkan penyakit atau kecacatan, maka tidak diharamkan.
3.Jika untuk Estetika
Pengecualian mengubah ciptaan Allah hanya berlaku untuk kondisi penyakit dan cacat. Adapun jika tujuan memasang behel gigi untuk memperbaiki penampilan ataupun untuk kecantikan, maka kembali ke hukum asal yakni diharamkannya mengubah ciptaan Allah.
Maka dapat disimpulkan, terdapat dua kondisi tentang hukum behel gigi. Pertama, jika dilakukan untuk pengobatan, memperbaiki yang cacat, terdapat kelainan gigi, dan penyakit lainnya, maka behel gigi tidaklah termasuk mengubah ciptaan Allah. Dalam kasus ini, behel gigi merupakan upaya mengembalikan ke bentuk yang sempurna.
Adapun kondisi kedua jika behel gigi dilakukan tanpa keluhan penyakit atau cacat, melainkan untuk memperindah penampilan, maka dihukumi mengubah ciptaan Allah yang diharamkan.
Sumber: Fatawa Al Mar’ah Al Muslimah, Majalah As Sunnah, OnIslam, konsultasisyariah.com